Wednesday, July 21, 2010

Darah Haid Menggumpal

setiap kali darah haid yang menggumpal mau keluar, saya merasakan sakit sekali di pinggang bagian belakang. Mengapa hal ini terjadi?
Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan tidak ada kelainan anatomis organ kandungan.

Gumpalan darah haid biasanya berwarna merah cerah atau merah tua dan pekat. Menurut situs WebMD, gumpalan ini biasanya dikeluarkan pada hari-hari perdarahan yang terberat, atau istilahnya, darah lagi deras-derasnya. Gumpalan darah yang keluar berulang ini membuat darah menstruasi Anda terlihat lebih kental daripada biasanya.

Sebenarnya, tubuh kita melepaskan zat yang mencegah pembekuan darah untuk mencegah darah mens menjadi menggumpal saat keluar. Namun, ketika Anda menghadapi hari-hari pertama mens yang lagi deras-derasnya, zat pencegah pembekuan darah (antikoagulan) ini tidak cukup punya waktu untuk bekerja. Hasilnya, darah pun keluar bergumpal-gumpal.

Sebenarnya, kondisi ini normal saja pada setiap perempuan, apalagi bila gumpalan darah hanya terjadi pada hari-hari pertama. Namun, darah yang keluar berlebihan dan terus-menerus bisa saja menyebabkan anemia. Bila gumpalan darah juga keluar dalam jumlah tidak normal, dan lebih dari masa haid yang berakhir 6-7 hari, maka sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui apa penyebabnya.

Mengenai rasa sakit pada pinggang, menurut dr Judi Januadi Endjun, SpOG, Subbagian Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, hal ini bisa dilihat dari jenis nyeri haidnya (dismenorea). Dismenorea pada seorang gadis ada dua jenis, yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Umumnya, hal itu karena dismenorea primer. Pada dismenorea primer, nyeri haid timbul bukan karena kelainan anatomis organ kandungan, melainkan karena gangguan fungsi fisiologi, misalnya gangguan hormon.

Anda harus menjalani pemeriksaan USG untuk memastikan tidak ada kelainan anatomis organ kandungan dan analisis hormon, terutama kadar prostaglandin darah. Dismenorea primer umumnya menghilang setelah melahirkan atau setelah gangguan hormonnya dihilangkan melalui pengobatan hormonal.

Pada dismenorea sekunder ditemukan kelainan di organ kandungan, misalnya adenomiosis atau mioma uteri pada rahim dan kista endometriosis pada indung telur atau kelainan bawaan rahim (misalnya, rahim ada dua atau bersekat). Penanganan dismenorea sekunder jauh lebih sulit dan mungkin saja memerlukan tindakan pembedahan atau bahkan tidak dapat disembuhkan kecuali dengan pengangkatan rahim secara keseluruhan (histerektomi). Di Semarang, Anda bisa berkonsultasi tentang hal ini di Bagian Kebidanan dan Kandungan RS Dr Kariadi/FK Undip.












source : kompas