Menjelang Hari Raya Idul Fitri, pekerja rumah tangga (PRT) infalan rela meninggalkan sanak keluarga di kampung halaman demi mengais rezeki di kota. Gaji yang besar menjadi daya tarik tersendiri bagi para PRT infalan ini berbondong-bondong datang ke Jakarta.
Saya pilih kerjaan ini karena gajinya lumayan hanya sekitar dua minggu tapi dapat uang banyak.
Salah satunya, Asih (36) asal Sragen, Jawa Tengah. Sudah tiga tahun ini dia menjadi tenaga infalan atau pengganti yang memaksanya tidak berlebaran dengan suami dan seorang anaknya di kampung halaman.
Meski demikian, dia mengaku tidak merasa sedih karena sudah beberapa kali tak berlebaran bersama. Yang terpenting baginya adalah membantu sang suami, seorang buruh bangunan dengan penghasilan tidak tetap.
"Kalau sedih nggak, saya sudah terbiasa nggak lebaran sama keluarga. Saya pilih kerjaan ini karena gajinya lumayan hanya sekitar dua minggu tapi dapat uang banyak," ujar Asih, saat ditemui di Yayasan Ibu Hadi, Depok, Jawa Barat.
Sebagai tenaga kerja infalan, Asih bisa digaji Rp 70.000-Rp 90.000/hari dengan rata-rata kontrak selama dua minggu. Jumlah ini, diakui Asih, jauh lebih tinggi daripada gajinya sehari-hari sebagai petani dan peternak yang tidak tetap. Meski pekerjaannya lebih berat daripada PRT tetap, Asih mengaku siap mengerjakan semua tugas rumah yang biasanya dikerjakan diperuntukan dua atau tiga PRT tetap.
"Pekerjaannya sama saja, tapi agak berat karena lebih banyak pekerjaannya. Tapi kalau saya nggak masalah, saya siap," ujarnya kepada Kompas.com.
Asih terbilang salah satu tenaga kerja infalan yang diandalkan Yayasan Ibu Hadi. Pasalnya, dia sudah bekerja sebagai PRT dari tahun 2000. Selama sepuluh tahun tersebut, Asih juga sudah pernah menjadi TKW di Taiwan, Malaysia, dan Batam. Baru tiga tahun belakangan, dia memutuskan berhenti menjadi PRT tetap dan kembali ke kampung serta sesekali menjadi tenaga pengganti.
"Dulu kan saya hanya mencari modal untuk anak sekolah, pas modalnya terkumpul, suami saya nyuruh saya balik lagi ke kampung. Uangnya memang lebih banyak jadi TKW, tapi yah semua atas izin suami saya," ujar perempuan yang bisa berbahasa Mandarin ini.
Menurut Asih, pengalaman tidak berlebaran bersama keluarga saat menjadi infalan tidak seberapa jika dibandingkan saat menjadi TKW dulu.
"Kalau sekarang hanya dua minggu, bisa telepon-teleponan. Dulu pas jadi TKW, saya sedih banget nggak bisa lebaranan sama keluarga bertahun-tahun, telepon pun belum punya, akhirnya hanya bisa kirim surat," kenang Asih.
Pengalaman pahitnya tersebut, yang kemudian menempa Asih untuk hidup mandiri dan bekerja keras demi keluarga di rumah. Pasal tidak bisa berlebaran dengan keluarga itu hanyalah masalah kecil jika dibandingkan dengan uang dari gajinya yang bisa lebih menghidupi keluarga di kampung.
Tahun ini, Asih pun optimis bisa mendulang rupiah dari lapangan kerja musiman sebagai PRT infalan. Mulai besok, Asih akan secara resmi bekerja dengan majikan asal Taiwan.
"Alhamdulillah saya sudah ada majikan orang Taiwan, besok katanya mau berangkat dari sini," ujar Asih bersemangat.
source: http://ramadhan.kompas.com/read/2010/08/31/11415398/Tinggalkan.Keluarga.demi.Rupiah